Kamis, 17 September 2015

ANGELINE ANAK MALANG



Angeline, Apa Salahmu


Angeline, gadis cilik (8 tahun), siswi sebuah Sekolah Dasar di Denpasar Bali. Benar-benar memiliki garis kehidupan yang berbeda dengan anak-anak sebayanya. Sehari-hari seperti tiada hari tanpa penderitaan bersama ibu angkatnya. Ketika hendak pergi ke sekolah (menurut ukuran usia Angeline) harus menempuh jarak yang cukup jauh berjalan kaki tanpa diantar oleh siapapun. 

Sebelum pergi ke sekolah mungkin harus memberesi pekerjaan terlebih dahulu baru diperbolehkan berangkat ke sekolah. Gurunya pernah satu ketika mengatakan Angeline sering terlambat, badannya bahkan selalu jorok. 

Belakangan kabar buruk seorang anak hilang sempat “heboh” dilaporkan oleh ibu angkatnya sendiri, kini telah menjadi tersangka. Angeline yang dikabarkan hilang, ternyata bukan hilang. Ia sengaja “dihilangkan” secara paksa di rumah yang seharusnya menjadi tempat ia berlindung. Justeru di rumah itu pula Angeline ditemukan telah tewas mengenaskan. Ia dikubur dengan boneka di tangan, dekat kandang ayam. Rasa kemanusianpun mendadak dibangunkan. Pertanyaan yang amat sukar dijawab : Apa salahmu dan apa dosa-dosamu, Angeline.

Kini gadis cantik Angeline telah pergi untuk selamanya yang diawali dengan cara-cara sangat brutal oleh pelaku pembunuhnya. Hanya Angeline sendiri  yang paling banyak mengetahui apa dan siapa pelaku sebenarnya yang bertindak biadap itu. Sekali lagi  apa salahmu, Angeline? 

Banyak orang menunggu hasil kerja para penegak hukum yang tengah menguras tenaga dan pikirannya untuk mengungkap apa sebenarnya yang terjadi menimpa diri Angeline. Apalagi sekarang tidak tanggung-tanggung dua advokat kondang di negeri ini telah hadir : Hotman Paris Hutapea dan Hotma Sitompul telah turut mendampingi tersangka yang ada untuk mengungkap kebenaran materil yang sebenar-benarnya dalam perkara ini.

 Penulis yakin air mata Angeline telah kering, suara serak terlalu lama berteriak menahan rasa sakit. Media melaporkan hasil autopsi ditubuh Angeline ditemukan luka benturan di kepala bagian kanan, luka memar pada wajah, leher, tangan, lengan, paha, pantat, dan punggung, kaki akibat kekerasan benda tumpul. Warga sekitarpun dalam diamnya tidak memberi pertolongan justru ada andil pula ikut melakukan pembunuhan.

Mampukah Angeline melawan atau menerima begitu saja perlakuan kejam seperti itu? Sederet pertanyaan yang tak berujung, tapi sudahlah ..... yang pasti pelaku pembunuh Angeline adalah orang dewasa, bukan anak-anak teman sebayanya.

Apakah kelak ditemukan atau tidak siapa dalang semua kejadian yang menimpa dirinya sama sekali tidak ada manfaatnya untuk Angeline seorang. Kepergiannya yang penuh luka dan keringat darah, sepenuhnya menjadi urusan dan tanggung jawab manusia hidup yang  tinggalkannya. Benar Angeline kini sudah berhenti menangis, tenang dan damai berada dipangkuan Tuhan di surga.

Kejadian memilukan masih banyak Angeline lain di muka bumi ini mendapat perlakuan yang sama, namun  tidak terungkap dan tidak sehoboh kasus Angeline yang banyak menyedot perhatian masyarakat. Muhammad Syahwal, bocah 5 tahun, warga Jayapura. Begitu trauma bahkan tidak mau lagi bertemu dengan kedua orangtua kandungnya sendiri. Ini juga tergolong sadis. Pelakunya orangtua kandung sendiri. Syukur Syahwal tidak sempat menghembuskan nafasnya.  

Syahwal sehari-hari  telah mengalami penyiksaan berat sehingga terpaksa di opname di Rumah Sakit Dok II Jayapura (Kompas, 25/06). Luka lecet dan perban disekujur tubuhnya. Untuk mempertanggungjawabkan kekerasan yang terjadi kini kedua orangtua Muhammad Syahwal : Kurnia Jalil (48) dan Debi Husein (35) telah ditahan aparat Polres Jayapura Kota.

Berbeda dengan Angeline telah pergi dengan penuh luka mendalam. Sejarah telah mencatatnya dengan tinta emas yang tak terlupakan. Sekuntum bunga indah nan harum dan banyak warna telah ditebar di pusara Angeline, pertanda sungguh banyak cinta dan sayang sebagai manusia yang pernah lahir di bumi fana ini dan belum tahu banyak apa arti hidup.

Usia Angeline yang masih muda belia seharusnya menghabiskan banyak waktu bermain, tumbuh dan berkembang dalam kecerian,  penuh rasa cinta, justru merasa hidup terasing dalam kesepian dan ketakutan. Tiada seorangpun yang memberi pertolongan sekedar mengobati luka-luka disekujur tubuh. Sebotol aqua pun tidak untuk melepas dahaga hingga menghembuskan nafas terakhir.

Bersalah tidaknya seorang yang telah ditetapkan polisi sebagai tersangka atas kejadian yang menimpa diri Angeline, Indonesia berdasarkan hukum hanya pengadilan yang berwenang kelak memutuskan berapa hukuman pelaku.

Hakim akan menangis tersedu bila menyebut-nyebut nama Angeline saat membacakan putusannya apabila ada oknum berupaya keras membelokkan hukum dengan berbohong agar terdakwa pembunuhnya bebas dari jerat hukum.

Tapi, begitupun terserah saja apapun bentuk putusan pengadilan. Tujuan pidana bukan urusan dendam. Hanya sekedar pembelajaran kepada diri Terdakwa dan masyarakat agar perbuatan serupa tidak terulang.

Akhirnya, perlu menjadi renungan kepada para orangtua, sebuah karya pena Dorothy Law Nolte; “Anak Belajar dari Kehidupannya” berbunyi :

Jika anak dibesarkan dengan celaan ;
Ia belajar memaki.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan ;
Ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan cemohan ;
Ia belajar rendah diri.
Jika anak dibesarkan dengan hinaan ;
Ia belajar menyesali diri.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi ;
Ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan ;
Ia belajar percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian ;
Ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan ;
Ia belajar keadilan.
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman ;
Ia belajar menaruh kepercayaan.
Jika anak dibesarkan dengan dukungan ;
Ia belajar menyenangi dirinya.
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persabatan ;
Ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

Demikian pena Dorothy berbicara yang masih relevan untuk direnungkan bersama. Angeline meninggalkan sejuta pesan penting bagi kita agar selalu lebih peduli kepada lingkungan terdekat kita, dengan harapan tidak ada lagi ditemukan Angeline serupa yang mendapat perlakuan yang tidak seharusnya.

Kesempatan mencoba melarikan diri ke rumah tetangga atau menyampaikan keluhan kepada guru didiknya di sekolahnya tak pernah terpikirkan dalam benak Angeline, kecuali Angeline hanya mengorbankan perasaannya dan menerima hidup apa adanya tanpa pernah mengeluh kepada siapapun.

Kepada para orangtua yang sangat rentan dengan kebiasaan-kebiasaan kekerasan fisik dan psikis terhadap anak, sadarlah. Karena anda tidak pernah tahu kapan anda akan kehilangan orang yang anda cintai. Gunakan sisa hidup anda dengan sepenuhnya dengan kebaikan. Jangan sampai anda baru menyadari betapa anda mencintainya setelah kehilangan.

Penulis adalah Advokat tinggal di Medan.
E-Mail : uratta.gins@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar