Jumat, 06 November 2015

KPK MENGEJAR UANG NEGARA

Jadi Tersangka, Saleh Bangun 'Habis'
MEDAN | SUMUT24

Penetapan status tersangka yang disematkan oleh KPK terhadap Saleh Bangun dalam kasus dugaan gratifikasi interpelasi dan penetapan APBD Sumut periode 2012-2014 dipastikan langsung berpengaruh terhadap perjuangannya menjadi calon Walikota Binjai. Saleh Bangun diketahui maju menjadi salah satu kandidat di Pilkada Binjai 2015 bersama pasangannya Dhani Setiawan.

"Pilkada Binjai sudah habis buat Saleh Bangun," kata Pengamat Politik Universitas Sumatera Utara, Warjio, Rabu (4/11).

Warjio menjelaskan status baru tersebut akan menjadi "senjata" politik bagi lawan-lawanya untuk meraih suara di Pilkada Binjai. Hal ini juga akan membuat para pemilih di Binjai akan bertindak rasional dengan tidak menjatuhkan pilihannya kepada Saleh Bangun.

"Masyarakat akan rasional untuk tidak menjatuhkan pilihannya kepada Saleh dan akhirnya memilih pasangan lain," ujarnya.

Diketahui Saleh Bangun merupakan Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014 lalu. Ia ditetapkan tersangka bersama 4 wakilnya pada periode tersebut yakni SPA (PKS), KH (PAN), ChR (Golkar) dan AS.

Saleh kembali terpilih menjadi Anggota DPRD Sumut Periode 2014-2019 namun mundur dari dewan karena maju di Pilkada Binjai 2015 dengan diusung Gerindra, Nasdem dan Hanura.

Sementara itu Pemerhati Hukum, Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Medan Uratta Ginting SH, saat dikonfirmasi Rabu (4/11) mengatakan ada muatan politik atas penetapan Saleh Bangun sebagai tersangka. Dimana penetapan ini disaat Saleh mencalonkan diri sebagai Walikota Binjai.

Uratta mengatakan dalam kasus penetapan tersangka oleh KPK kepada Saleh disinyalir ada unsur lawan politik Saleh Bangun. Disini bisa saja penuh dengan muatan politik didalam penetapan tersangkanya.

"Coba kita lihat, Kenapa tidak dari awal ditetapkannya sebagai tersangka, sebelum pencalonan Walikota. kenapa baru sekarang setelah dia (Saleh)
menjadi calon. Maka dia ditetapkan sebagai tersangka. Ada apa ini," papar Uratta.

Uratta menyatakan bahwa jelas disini nama baik Saleh dicemarkan. Dan seandainya dia tidak terbukti nantinya bersalah dalam kasus ini maka di belakang hari nanti dia akan mati karakter. "Jika nanti dia menjadi calon lagi di belakang hari maka masyarakat menilainya sudah buruk. Ini pembunuhan karakter", pungkasnya.

Dalam sprindik bertanggal 3 November 2015, beberapa tersangka yang terjerat. Gatot Pujo Nugroho ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap kepada DPRD Sumut agar menggagalkan proses interpelasi.

Selain Saleh Bangun juga ada nama Chaidir Ritonga (eks Wakil Ketua DPRD Sumut) disangka sebagai pihak penerima. Uang suap yang diterima diduga mencapai puluhan miliar rupiah yang disebar kepada sebagian besar anggota DPRD Sumut.

"Hadiah atau janji diberikan untuk penolakan hak interpelasi tahun 2015," jelas Johan.

Sebelum menentukan kasus ini naik ke penyidikan, tim penyelidik, penyidik, jaksa dan pimpinan telah menggelar beberapa kali ekspose. Akhirnya, setelah semua alat bukti kuat, Satgas dan pimpinan sepakat untuk menaikkan status kasus ini.

Untuk diketahui, kasus suap penggagalan interpelasi DPRD Sumut merupakan pengembangan penyidikan kasus Gatot Pujo Nugroho. Beberapa saksi bernyanyi bahwa Gatot menggulirkan uang lebih dari Rp 10 miliar lebih untuk menggagalkan interpelasi DPRD Sumut terkait kasus Bansos.

Beberapa anggota DPRD Sumut juga telah diperiksa dalam proses penyelidikan. Tak sedikit dari para anggota DPRD itu yang mengakui telah menerima uang dari Gatot, bahkan ada yang sudah dikembalikan.

Diantaranya adalah, Berlian Mocktar, Hardi Muliono dan istri Plt Gubernur Sumut, Teuku Erry Nuradi, Evi Diana. Teuku Erry juga sudah membenarkan bahwa sang istri telah mengembalikan uang suap itu ke KPK.

Selain untuk menggagalkan interpelasi, Gatot juga dikabarkan menyebar uang suap ke beberapa anggota DPRD Sumut untuk melancarkan pembahasan APBD 2014-2015. Beberapa mantan anggota DPRD Sumut juga telah diperiksa penyelidik KPK. (iin)