Jumat, 06 November 2015

KPK MENGEJAR UANG NEGARA

Jadi Tersangka, Saleh Bangun 'Habis'
MEDAN | SUMUT24

Penetapan status tersangka yang disematkan oleh KPK terhadap Saleh Bangun dalam kasus dugaan gratifikasi interpelasi dan penetapan APBD Sumut periode 2012-2014 dipastikan langsung berpengaruh terhadap perjuangannya menjadi calon Walikota Binjai. Saleh Bangun diketahui maju menjadi salah satu kandidat di Pilkada Binjai 2015 bersama pasangannya Dhani Setiawan.

"Pilkada Binjai sudah habis buat Saleh Bangun," kata Pengamat Politik Universitas Sumatera Utara, Warjio, Rabu (4/11).

Warjio menjelaskan status baru tersebut akan menjadi "senjata" politik bagi lawan-lawanya untuk meraih suara di Pilkada Binjai. Hal ini juga akan membuat para pemilih di Binjai akan bertindak rasional dengan tidak menjatuhkan pilihannya kepada Saleh Bangun.

"Masyarakat akan rasional untuk tidak menjatuhkan pilihannya kepada Saleh dan akhirnya memilih pasangan lain," ujarnya.

Diketahui Saleh Bangun merupakan Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014 lalu. Ia ditetapkan tersangka bersama 4 wakilnya pada periode tersebut yakni SPA (PKS), KH (PAN), ChR (Golkar) dan AS.

Saleh kembali terpilih menjadi Anggota DPRD Sumut Periode 2014-2019 namun mundur dari dewan karena maju di Pilkada Binjai 2015 dengan diusung Gerindra, Nasdem dan Hanura.

Sementara itu Pemerhati Hukum, Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Medan Uratta Ginting SH, saat dikonfirmasi Rabu (4/11) mengatakan ada muatan politik atas penetapan Saleh Bangun sebagai tersangka. Dimana penetapan ini disaat Saleh mencalonkan diri sebagai Walikota Binjai.

Uratta mengatakan dalam kasus penetapan tersangka oleh KPK kepada Saleh disinyalir ada unsur lawan politik Saleh Bangun. Disini bisa saja penuh dengan muatan politik didalam penetapan tersangkanya.

"Coba kita lihat, Kenapa tidak dari awal ditetapkannya sebagai tersangka, sebelum pencalonan Walikota. kenapa baru sekarang setelah dia (Saleh)
menjadi calon. Maka dia ditetapkan sebagai tersangka. Ada apa ini," papar Uratta.

Uratta menyatakan bahwa jelas disini nama baik Saleh dicemarkan. Dan seandainya dia tidak terbukti nantinya bersalah dalam kasus ini maka di belakang hari nanti dia akan mati karakter. "Jika nanti dia menjadi calon lagi di belakang hari maka masyarakat menilainya sudah buruk. Ini pembunuhan karakter", pungkasnya.

Dalam sprindik bertanggal 3 November 2015, beberapa tersangka yang terjerat. Gatot Pujo Nugroho ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap kepada DPRD Sumut agar menggagalkan proses interpelasi.

Selain Saleh Bangun juga ada nama Chaidir Ritonga (eks Wakil Ketua DPRD Sumut) disangka sebagai pihak penerima. Uang suap yang diterima diduga mencapai puluhan miliar rupiah yang disebar kepada sebagian besar anggota DPRD Sumut.

"Hadiah atau janji diberikan untuk penolakan hak interpelasi tahun 2015," jelas Johan.

Sebelum menentukan kasus ini naik ke penyidikan, tim penyelidik, penyidik, jaksa dan pimpinan telah menggelar beberapa kali ekspose. Akhirnya, setelah semua alat bukti kuat, Satgas dan pimpinan sepakat untuk menaikkan status kasus ini.

Untuk diketahui, kasus suap penggagalan interpelasi DPRD Sumut merupakan pengembangan penyidikan kasus Gatot Pujo Nugroho. Beberapa saksi bernyanyi bahwa Gatot menggulirkan uang lebih dari Rp 10 miliar lebih untuk menggagalkan interpelasi DPRD Sumut terkait kasus Bansos.

Beberapa anggota DPRD Sumut juga telah diperiksa dalam proses penyelidikan. Tak sedikit dari para anggota DPRD itu yang mengakui telah menerima uang dari Gatot, bahkan ada yang sudah dikembalikan.

Diantaranya adalah, Berlian Mocktar, Hardi Muliono dan istri Plt Gubernur Sumut, Teuku Erry Nuradi, Evi Diana. Teuku Erry juga sudah membenarkan bahwa sang istri telah mengembalikan uang suap itu ke KPK.

Selain untuk menggagalkan interpelasi, Gatot juga dikabarkan menyebar uang suap ke beberapa anggota DPRD Sumut untuk melancarkan pembahasan APBD 2014-2015. Beberapa mantan anggota DPRD Sumut juga telah diperiksa penyelidik KPK. (iin)

Sabtu, 24 Oktober 2015

KEPLING II BJ DILAPORKAN KE POLISI


Kepling II Binjai Dilaporkan ke Polisi



Laporan Wartawan Tribun Medan / M Azhari Tanjung
TRIBUN-MEDAN.com, BINJAI - Dituding memalsukan surat tanah, Kepala Lingkungan (Kepling) II, Kelurahan Pahlawan, Kecamatan Binjai Utara Iskandar, dilaporkan ke Polres Binjai dengan nomor STPL/71/2/2014/SPKT.
Selain kepling tersebut turut juga dilaporkan Nuraini (60), karena dinilai telah menyerobot tanah warisan milik Ambarsen (49) warga Jalan Anggrek, Lingkungan Kelurahan Pahlawan, Kecamatan Binjai Utara.
Atas laporan tersebut, dilakukanlah pengukuran ulang dilahan seluas 742 meter dan kini menjadi 728 meter atas nama Mariamma selaku orang tua Ambarsen. Dalam pengukuran ulang tersebut sempat terjadi keributan yang berujung batalnya pengukuran ulang tersebut.
"Kami tak terima, kenapa tanah milik keluarga kami bisa berubah," terang Ambarsen, Rabu (30/4/2014).
Dihadapan Ikka Handayani Tarigan STTP, selaku Lurah Pahlawan, Alam selaku perwakilan dari BPN Binjai dan Iskandar selaku Kepala Lingkungan, sembari menunggu Camat Binjai Utara. Ambarsem terus mempertanyakan perubahan ukuran tanah kosong yang kini sebagian sudah didirikan bangunan oleh Nuraini (60) selaku terlapor.
"Inikan sudah jelas-jelas saya yang dirugikan. Kenapa tanah awal orang tua saya bisa berubah ukuranya. Kemana sisa yang berubah, kenapa bisa diserobot begitu saja," terang dia.
"Saat pembangunan bangunan rumah milik Nuraini, juga jelas tidak ada IMB. Tapi kenapa bisa dibangun. Masak Lurah dan Camat, gak tahu ada bangunan disini. Gak tahu apa pura-pura tidak tahu," celotehnya terus menerus, sembari meminta tanah miliknya dikembalika.
Nuraini, sendiri mengakui kalau mendirikan bangunan berdasarkan sertifikat yang dimiliki. "Kalau masalah ini kita ukur ulang saja lagi. Ada dasar kami kok," terang Nuraini.
Sayangnya pengukuran ulang tidak bisa dilakuakan dikarenakan Camat, yang ditunggu tak kunjung datang. Sehingga pengkuran ulang permasalahan lahan yang sudah dilaporkan ke pihak kepolisian dibatalkan.
"Gimana pak lurah tidak datang. Jadi kita batalkan untuk melakukan pengukuran ulang. Kita sudah mendapatkan data untuk membuat sertifikat. Lagian jika terjadi permasalahan kita baik kepling dan lurah jarang dipanggil. Makanya kita belum memahami kali salahnya dimana. Dan kebetulan saya baru saja menjabat sebagai lurah disini," kilah Lurah Pahlawan Ikka Handayani Tarigan STTP.
Alam selaku pihak BPN mengatakan, pihaknya telah melimpahkan permasalahan ini ke aparat kepolisian untuk segera dilidik. Mereka juga beralasan kalau membuat sertifikat juga berdasarkan alasan yang jelas. Makanya mereka berani membuat akte sertifikat tanah.

SENGKETA LAHAN

Otak Pelaku Sengketa Tanah Ambarsen Divonis Ringan
Binjai, BN.
Kasus sengketa tanah milik Ambarsen oleh Nuraini Nasution yang berlokasi di Jalan Anggrek, Lingkungan II, Kelurahan Pahlawan, Kecamatan Binjai akhirnya disidangkan di Pengadilan Negri (PN) Binjai Jumat (29/5) dengan mendengarkan keterangan korban dan saksi-saksi sekaligus membacakan hasil BAP penyidik Kepolisian.
Dalam persidangan hakim memberikan amar putusan dengan memutuskan kalau otak pelakunya, Iskandar selaku Kepling II Kelurahan Pahlawan terbukti bersalah dengan vonis 1 (satu) bulan pidana dan 3 bulan masa percobaan.
Terdakwa terlihat didampingi pengacaranya dan persidangan yang dipimpin majelis hakim tunggal, Monalisa Siagian,SH,MH dan persidangan sempat 2 kali diskors menginggat waktu persidangan yang memakan waktu lama sejak pukul 11.00 Wib hingga pukul 19.30 Wib.



Penasehat hukum terdakwa,Iskandar usai mendengar putusan hakim akan fikir-fikir dulu dan diberi waktu 1 minggu untuk berfikir.
Korban sendiri mengaku kecewa dengan putusan hakim yang mem,berikan vonis begitu rendah terhadap terdakwa.?Putusan hakim tidak memberikan efek jera dan terkesan ada permainan?, ujar Nuraini.
Menurutnya hukuman yang dikenakan begitu ringan dan konon tidak dikenakan sanksi kurungan badan, padahal jelas-jelas munculnya persoalan tersebut adanya rekayasa pembuatan dokumen surat penerbitan surat tanah SK Camat yang dimiliki oleh Nuraini Nasution.
Sementara itu dari keterangan yang diperoleh BN dari pelapor, Ambarsen yang didampingi sejumlah saksi-saksi juga sangat kecewa dengan vonis hakim yang hanya memvonis satu bulan pidana dan 3 bulan masa percobaan. Dalam pembuktian persidangan kalau Iskandar terbukti bersalah, namun tidak dilakukan tahanan kurungan badan pada terdakwa itu.
Selain itu, Ambersen menilai didalam persidangan juga tidak digelar hasil sidang lapangan, dan dari putusan tersebut juga tidak diputuskan bagaimana status bangunan tersebut.
?Seharusnya lokasi perkara distanvaskan yang mana kedua belah pihak tidak menguasai lokasi, dan disini jelas kalau terdakwa bersalah, namun hingga putusan tersebut status objek perkaranya yang dibangun garasi itu masih dikuasi oleh Nuraini Nasution. Putusan inikan tidak jelas?, ujar Ambarsen.
Dalam hal ini majelis hakim mulai berkelit dan membuang bola panas dengan seenaknya berkata kalau kasus perkara ini ingin dilanjutkan harus menempuh perkara perdata dan mendaftarkan perkara kembali ke PN Binjai.
?Kita merasa tidak puas dengan putusan hakim dan akan mendaftarkan kembali gugatan perdatata usai lebaran, Idul Fitri mendatang?, tegas Ambarsen.
Penyidikan yang dilakukan penyidik Mapolres Binjai berdasarkan pengaduan Ambarsen memakan waktu hampir setahun telah menetapkan Iskandar selaku kepala lingkungan II Kelurahan Pahlawan sebagai otak pelakunya.
Dari keterangan saksi disebutkan sejumlah alat bukti yang disita oleh penyidik Polres Binjai dan diserahkan kepada pihak Pengadilan Negri Binjai diantaranya satu bundelan sertifikat asli Nomor : 866 tanggal 02 Oktober 1999 atas nama Mariamma yang dikeluarkan oleh kantor BPN Kota Binjai bersama berita acara pengukuran pengembalian batas yang dibuat kantor BPN Kota Binjai tertanggal 11 Desember 2013, namun tidak muncul dipersidangan
?Dalam perkara tersebut pihak penyidik juga telah menetapkan perkara tersebut melanggar pasal 6 UU RI No.51 PRP Tahun 1960 dalam perkara tindak pidana menguasai tanah milik orang lain?, ujar saksi.Namun yang terjadi Iskandar telah ditetapkan sebagai tersangka terlepas jerat hukum kurungan badan.
Lebih jauh lagi bukti lain juga bahwa berkas perkara yang dilimpahkan adanya bukti satu bundelan sertifikat asli Nomor : 866 Tanggal 02 Oktober 1999 atas nama Mariamma yang dikeluarkan oleh kantor BPN Kota Binjai bersama berita acara pengukuran pengembalian batas yang dibuat kantor BPN Kota Binjai tertanggal 11 Desember 2013 bersama berkas hasil keterangan pemeriksaan dari para saksi-saksi serta berkas hasil sidang lapangan pengukuran tapal batas dengan sidang lapangan sudah dilaksanakan sebanyak 5 kali, dan bahkan sidang lapangan saat itu di hadiri unsur BPN Binjai, namun pihak BPN sendiri dalam persidangan tidak diikut sertakan.
?Pihak penyidik Polres Binjai sendiri dalam menangani kasus penyerobotan tanah milik Ambarsen berdasarkan bukti dokumen adanya sertifikat tanda bukti hak dari kantor pertanahan Kota Binjai atas nama Mariamma jenis dengan nomor hak milik No. 866/Pahlawan dengan luas 742,-M2. Pihak BPN Kota Binjai dalam perkara ini telah mengeluarkan surat keterangan pendaftaran tanah dengan bukti Nomor, 89/SBNT/2013 yang di tanda tangani oleh Drs.Rasmon Sinamo selaku Kepala BPN Kota Binjai tertanggal 21 Oktober 2013?, ungkapnya.
Sementara untuk kepemilikan surat tanah yang dimiliki oleh Nuraini Nasution hanyalah merupakan surat pelepasan hak dengan ganti rugi dengan Nomor : 592.267/BU/VI/1994 tertanggal 7 Juni 1994 yang ditandatangani oleh Yahya Sumardi selaku Camat Binjai Utara berbentuk dokumen SK Camat.
?Surat pelepasan hak ini juga tidak di gelar di dalam persidangan, sehingga ada dugaan kuat permainan antara terdakwa dan majelis hakim?, tegasnya. (MR).

Selasa, 29 September 2015

HATI-HATI HIDUP NYAMAN



Semua Sukses Terjadi
di Luar Zona Nyaman (Comfort Zone)

Oleh Uratta Ginting

Umumnya manusia mencari Tuhan saat masalah bertubi-tubi datang menimpa, sedang dunia tidak pernah memberi solusi tanpa syarat. Tetapi, yang jelas manusia selalu bertumbuh pesat justru dari masalah-masalah yang menghadang kehidupan sepanjang jalan. Jangan silap ada juga orang menjadi gila gara-gara banyaknya masalah yang datang silih berganti.

Kesaksian Thomas Alfa Edison penemu lampu pijar. Tanpa mengalami masalah dalam penemuannya karena berada dalam zona nyaman mustahil Thomas Alfa Edison dikenang dunia hingga kini.

Tak terbayangkan betapa besarnya gunung masalah yang dihadapi seorang wanita Yulia Girsang, beberapa waktu lalu, ketika suami tercintanya,  Alm. Ferry Silalahi, SH.LLM saat melakukan dinas di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara di Palu, ditembak mati oleh orang yang tak dikenal, di depan mata istri sendiri.

Saat itu, dua pilihan besar harus dihadapkan kepada istri, apakah memelihara hidup dendam atau bangkit dari kesedihan atau melarikan diri dari gunung masalah? Satu dari dua pilihan tersebut centralnya ada dalam pikiran. Artinya, untuk mengenal siapa diri kita sebenarnya adalah apa yang kita pikirkan. Itulah diri kita yang sebenarnya.

Demikian pentingnya cara berpikir sehingga tidak ada pilihan lain perlu dikelola dengan baik. Kita tidak perlu jauh-jauh mencari bahagia, karena kebahagian itu ada dalam pikiran bukan karena banyaknya harta atau kuasa yang dimiliki.

Berikut kesaksian seorang raja terkait betapa pentingnya cara berpikir yang benar. Namanya raja, hidupnya sudah pasti berada di zona nyaman. Harta, kekuasaan maha besar semua milik raja; bahkan hukum yang berlaku ada di mulutnya sendiri. Kegiatan raja ini paling banyak hanya tidur membuat badannya super gemuk. Sehingga tidak efektif lagi memimpin kerajaannya karena kebanyakan tidur, tidak peduli siang malam.

Sebagai penguasa, raja memiliki penasihat berbagai bidang kepentingan kerajaan raja. Untuk mengurangi ukuran badan raja yang  sangat gemuk agar lebih kurus ada 3 orang penasihat dipanggil menghadap raja; guna memberi pendapat, apa yang harus dilakukan raja.

Penasihat pertama, memberi nasihat agar raja banyak minum air putih setiap pagi ± 1 liter. Raja menuruti pendapat penasihat yang pertama ini, hasilnya belum ada tanda sesuai keinginan raja. Badan raja bukan kurus melainkan bertambah gemuk. Meskipun telah dituruti raja minum air putih 1 liter setiap pagi, akan tetapi porsi makanan raja justru tidak pernah berkurang.

Raja sangat kecewa terhadap penasihat pertama, karena raja merasa tidak perlu memelihara penasihat yang bodoh, lalu dieksekusi mati.

Penasihat kedua, berkata gampang seraya menyuruh raja tidak makan daging. Cukup banyak makan sayur-sayuran setiap hari. Raja pun langsung menuruti pendapat penasihat kedua ini dengan penuh harap badan raja bisa kurus dan langsing.

Apa yang diharapkan raja bukan bertambah kurus, melainkan tubuh raja meningkat lebih gemuk lagi dari biasanya. Kejadiannya sama seperti  penasihat pertama, bahwa raja tidak pernah mengubah pola makannya. Raja merasa tetap kecewa, nasib penasihat pertama disamakan dengan penasihat kedua juga dibunuh.

Penasihat ketiga/terakhir, agar terhindar dari nasib teragis seperti rekannya terdahulu sama-sama tewas terkapar di tangan raja, ia memeras otak, dengan tegas dihadapan raja berkata, bahwa raja mengidap penyakit berbahaya, tidak dapat disembuhkan. Raja perlu hati-hati. Taruhannya adalah nyawa raja sendiri. Umur raja tinggal satu minggu lagi, tegasnya.

Raja sungguh ketakutan mengingat satu minggu lagi ajal sudah tiba. Siang malam hampir tidak bisa tidur. Makan juga sudah mulai lupa. Raja berpikir semuanya akan tinggal tanpa ada satupun yang bisa dibawa pergi ke liar kubur, demikian raja merenungi nasibnya sendirian.

Hari pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima sudah dilalui raja dengan penuh beban yang amat berat. Umur raja tinggal dua hari lagi, lalu mati. Besoknya, hari keenam kematian raja sudah semakin dekat tinggal satu hari lagi. Besoknya lagi, hari terakhir, tepatnya  hari ketujuh raja ternyata tidak mati juga. Namun, faktanya raja lupa, bukankah badannya sudah kurus, langsing karena tidak makan minum, tidur juga tidak. Siang malam pikiran raja hanya fokus kepada kematian.

Namun, dasar sang raja memerintah kerajaannya dengan kejam, tak peduli memanggil penasihat terkahir tersebut untuk diberi sanksi hukum yang lebih berat karena raja telah menderita terkait nasihatnya.

Alangkah bijaknya, penasihat terakhir ini didepan raja berkata : “Tuanku raja, hanya cara seperti itulah satu-satunya jalan membuat badan raja kurus, seperti terbukti sekang.” Hamba membuat terapi dengan memberi “masalah” agar raja berpikir siang malam terus-menerus tanpa henti.

Disinilah pikiran manusia itu sangat menentukan, apakah ingin bahagia atau menderita. Sukses atau gagal. Dua pilihan tersebut ada dalam pikiran manusia. Tergantung apa yang hendak kita pilih. Bebas. Berpikir negatif atau positif  dan apa yang kita pilih pasti itu yang terjadi. Oleh karena itu, Hidup dalam zona nyaman tidak akan memberi apa-apa.

Paulus memberi nasishat penting kepada semua manusia di bumi agar cukup memikirkan perkara—perkara diatas (Kolose 3:2).


Rujukan :
Drs. Timotius Adi Tan), Untaian Mutiara Kasih,” Pen. LLB, 1997 dan Julianto Simanjuntak dkk.,  “Seni Merayakan Hidup Yang sulit,” Pen.PT Gramedia, 2008.






Jumat, 25 September 2015

PERADI MEDAN SYUKURAN


Peradi Medan Syukuran Gedung Kantor Baru Berbiaya Rp5 Miliar


Senin, 27 April 2015 | 16:20:45

SIB/Donna Hutagalung / FOTO BERSAMA : Ketua DPC Peradi Medan Charles JN Silalahi, Sekretaris Hasrul Benny Harahap, Ketua Dewan Kehormatan Peradi Medan OK Iskandar dan sejumlah anggota foto bersama usai syukuran gedung kantor baru di Jalan Sei Rokan Medan, Jumat (24/4).

Medan (SIB)- DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Medan menggelar syukuran pembangunan gedung kantor baru di Jalan Sei Rokan Medan, Jumat (24/4). Pembangunan gedung megah berlantai dua yang menghabiskan dana sekitar Rp5 miliar itu, saat ini dalam tahap pemasangan atap.

"Akhirnya Peradi Medan bisa memiliki kantor sendiri. Di Indonesia baru Peradi Medan yang punya kantor sendiri,"kata Ketua DPC Peradi Medan Charles JN Silalahi SH MH, didampingi sekretarisnya Hasrul Benny Harahap SH MHum.

Syukuran tersebut ditandai dengan makan bersama bubur merah putih. Disediakan juga sejumlah hasil bumi seperti padi, kelapa, pisang serta labu. Hal ini, menurut Charles, mengandung makna dan harapan agar semua anggota Peradi Medan berjumlah sekitar 1.600 advokat semakin kompak dan hidupnya bertambah sejahtera.

"Kita makan bubur merah putih dan ada hasil bumi di sini sebagai ucapan syukur pembangunan gedung kantor Peradi berjalan lancar dan sudah pemasangan atap, biaya pembangunannya   partisipasi anggota Peradi, ujar Charles.

Syukuran dihadiri Ketua Dewan Kehormatan Peradi Medan OK Iskandar, Wakil Ketua Peradi Jhoni Asmono SH MH, Ketua DPC AAI Karo Dahsyat Tarigan dan sekretarisnya Uratta Ginting, Ketua Ikadin Medan Marasamin Ritonga, Ketua IPHI Mardi Sauta Wijaya, Ketua SPI Syahrul Sitorus, Direktur Pusbakum Peradi Medan Rizal Sihombing, serta sejumlah anggota Peradi Medan di antaranya Zulkifli Panjaitan. Di kesempatan itu juga ditegaskan Peradi Medan masih di bawah kepemimpinan Prof Otto Hasibuan sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi periode 2010-2015, pasca Munas II di Makasar.  "Peradi Medan solid dibawah kepemimpinan Otto Hasibuan karena jabatannya belum berakhir,"tegas OK Iskandar.

Sekretaris Peradi Medan Hasrul Benny menambahkan, sikap Peradi Medan tersebut berdasarkan alasan Munas II Peradi yang dijadwalkan 27 Maret 2015 pukul 08.30 WITA belum sempat dibuka karena mengalami gangguan dari pihak-pihak yang bukan peserta Munas menduduki sebagian ruangan.

"Melihat situasi yang tidak kondusif hingga pukul 20.00 WITA, 46 DPC Peradi meminta Munas ditunda. Maka Ketua Umum Otto Hasibuan didampingi panitia Munas memutuskan menunda pelaksanaan Munas II Peradi paling lambat 6 bulan ke depan,"jelas Benny.

Dia juga mengatakan, masa bakti kepengurusan Otto Hasibuan pada saat penundaan Munas tersebut belum dimisioner dan belum berakhir, karena jabatannya berakhir pada Mei 2015. Sehingga Otto masih memiliki kewenangan dalam menjalankan tugas-tugas dan fungsinya selaku Ketua Umum DPN Peradi.

Setelah Munas II Peradi di Makasar, lanjutnya, Peradi menggelar Rakernas pada 18 April 2015 di Labersa Grand Hotel Pekanbaru. Hasil Rakernas yang disepakati  2 DPD dan 60 DPC dari 67 cabang di Indonesia, yakni agar pengurus DPN Peradi melaksanakan Munas berikutnya paling lambat 6 bulan ke depan.

"Oleh karena itu, Peradi Medan tetap akan melakukan penyumpahan advokat baru dan perpanjangan kartu anggota sesuai jadwal yang telah ditentukan,"pungkasnya. (A11/W)

Hr. WASPADA PERKARA PDT PN. KABANJAHE


PN Kabanjahe Kabulkan Gugatan Merhat Br Purba Terhadap PT Bukit Kubu Berastagi


Kamis, 13 Maret 2014 | 15:28:31

SIB/Alexander Hr Ginting / BUKIT KUBU : Areal tanah Bukit Kubu yang disengketakan terletak sebelah kanan sebelum memasuki kota wisata Berastagi.

T Karo (SIB)- Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kabanjahe, mengabulkan  gugatan Merhat Purba dkk terhadap tergugat PT Bukit Kubu atas keabsahan kepemilikan sebidang tanah di Desa Lau Gumba, Kecamatan Berastagi dalam perkara nomor : 50/Pdt.G/2012/PN-KBJ tertanggal 28 Desember 2012.

“Dari dalil-dalil yang ada, maka gugatan penggugat dikabulkan sebagian dan menghukum tergugat,” ujar Ketua Majelis Hakim Saut Maringan Pasaribu SH  didampingi hakim anggota Doris SH, Eva Br Sembiring SH dan panitera pengganti Hery Pinem SH, Selasa (11/3) di PN Kabanjahe.

Dalam sidang, majelis hakim memutuskan, poin pertama mengabulkan gugatan penggugat I dan II, poin ke dua penggugat I dan II berhak atas PT Bukit kubu hotel, poin ke tiga sertifikat HGB 7,8,9,10-15 dinyatakan tidak sah, poin ke empat menghukum tergugat sebanyak Rp 1,934 miliar. 

Menyatakan dalam hukum bahwa tanah objek terperkara setempat dikenal dengan nama Juma Pasar atau disebut juga Bukut Kubu adalah harta warisan dari almarhum Bale Purba. Menyatakan demi hukum pengugat I dan II berhak atas tanah terperkara harta warisan peninggalan dari almarhum Bale Purba dan harta mana belum pernah dibagi-bagi secara sah kepada seluruh ahli waris dari Almarhum Bale Purba termasuk kepada penggugat I dan penggugat II.

Menyatakan  Penerbitan SHM atas nama tergugat tidak sah. Dan menyatakan uang sewa di terima tergugat sebanyak Rp 1,934 Miliar untuk diserahkan kepada penggugat.

Selanjutnya, majelis hakim juga menghukum pihak tergugat untuk membayar kerugian moril yang diderita penggugat sebesar Rp 200 juta dan kerugian pekara Rp 4,5 juta. Sedangkan lahan seluas 4804 meter persegi yang dikuasai pihak tergugat agar dikosongkan.

“Apabila ada pihak yang merasa keberatan atas putusan kami ini, diperbolehkan melakukan upaya hukum lain sesuai ketentuan undang-udangan,”ujar Ketua Majelis Hakim sembari mengetuk palu.

Menyikapi putusan majelis hakim tersebut, pihak penggugat yang diwakili kuasa hukumnya Dahsat Tarigan SH, Uratta Ginting SH dkk menerima putusan yang telah dibacakan majelis hakim. Sedangkan pihak kuasa hukum tergugat Robianto Sembiring SH belum ada menyatakan mengajukan upaya banding dalam persidangan putusan tersebut. (BR2/B1/f)

MINTA WARISAN KE KUBURAN

Teringat Suruh Minta Warisan Ke Kuburan

Diposkan oleh delinewsonline Rabu, 28 Januari 2015
LANGKAT-DELINEWS : Lanjutan  sidang perkara dugaan pemalsuan surat tanah yang menarik pengunjung sidang kembali digelar Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Rabu (28/1)  atas nama terdakwa Sahdat Surbakti (29) penduduk Desa Suka Pulung Kecamatan Serapit Kabupaten Langkat. Seperti biasa terdakwa yang tetap tegar didampingi tim Penasehat Hukumnya (PH) Dahsat Tarigan. SH dan Uratta Ginting.SH.

Terdakwa yang dituduh melakukan pemalsuan surat tanah/penyerahan ahli waris.Menurut pihak saksi pelapor letak tanah objek perkara seluas 62 rante itu terletak di Desa Gunung Tinggi Kecamatan Serapit. Padahal tanah seluas 62 rante yang diusahai dan dikuasai terdakwa itu letaknya di Desa Sebertung Kecamatan Serapit yang jaraknya cukup jauh antara Desa Sebertung dengan Desa Gunung Tinggi.

Sidang beragendakan pemeriksaan terdakwa dipimpin ketua majelis hakim Nurhadi.SH.MH dibantu dua anggota majelis dengan jaksa penuntut umum (JPU) Lamro Simbolon SH.

Terdakwa sempat menangis diruang sidang saat diperiksa ketua majelis hakim, karena menurut terdakwa dihadapan sidang dirinya disuruh minta warisan ke kuburan ayahnya yang sudah meninggal oleh para saksi pelapor yang masih paman dan bibik terdakwa adik kandung dari ayah terdakwa. ”inikan harta bapakku, kau kan cuan cucu bukan ahli waris, kalau kau mau minta bagian sana kau pigi ke kuburan ayahmu” terang terdakwa menirukan bahasa saksi pelapor tersebut saat memberikan keterangan dihadapan sidang.

Selanjutnya ketua majelis hakim kembali  mengajukan pertanyaan kepada terdakwa, dimana letak tanah objek perkara seluas 62 rante itu. Letaknya di dusun 4 suka male desa Sebertung Kecamatan Serapit Kabupaten Langkat, jadi jauh jaraknya antara Desa Sebertung dengan Desa Gunung Tinggi diberang sungai wampu yang menurut saksi pelapor letak tanah itu di Desa Gunung Tinggi dan kemudian dibatalkan oleh Kades Sebertung karena diancam oleh Nastur pada malam hari itu juga Nastur bersama teman temannya harus membatalkan surat tanah yang 62 rante peninggalan almarhum ayah saya Sampang Malem Surbakti yang letaknya dari dulu sampai sekarang ini di Desa Sebertung. Surat pembatalan tersebut sudah dikonsep oleh Nastur Kades Sebertung tinggal manandatangi saja,saya ada rekaman ancaman Nastur kepada Kades Sebertung Edi Julkarnain, terang terdakwa.

Dahsat Tarigan. SH selaku penasehat hukum (PH) terdakwa mohon kepada ketua majelis hakim untuk berkenan dibuka bukti  rekaman itu untuk diperdengarkan, namun permohonan  PH terdakwa untuk memperdengarkan bukti rekaman ancaman Nastur kepada Edi Julkarnain (Kades Sebertung red) tidak dikabulkan ketua majelis hakim.

Kembali ketua majelis hakim memeriksa terdakwa, menurut terdakwa menjawab pertanyaan majelis hakim bahwa tanah kosong yang 62 rante di Desa Sebertung itu yang sekarang ada tanaman sawi yang nanam ayah saya, Tanah tersebut peninggalan dari Kakek saya Loma Surbakti (Alm) dan sebelum ayah saya meninggal tanah peninggalan dari kakek saya itu sudah dibagi-bagi kepada  6 orang anak tiga laki-laki dan tiga perempuan. Ayah saya Sampang Malem Surbakti anak yang tertua adek ayah Nurlina Br Surbakti, Indrawati Br Surbakti, Marlina Br Surbakti, Agus Surbakti dan Jaya Surbakti. Agus mendapat bagian tanah  kebun  sawit dan Jaya dapat bagian tanah kebun  Karet, kalau anak perempuan di adat kami suku karo tidak ada bagian warisan, tapi kalau ada dikasi ya syukur.Selain tanah darat ada 33 rante tanah sawah peningalan Kakek saya yang diberikan kepada masing-masing 3 panak perempuan bagiannya dalam satu orang 11 rante,

Dilahan 62 rante yang tadinya tanah kosong itu ditanam sawit oleh ayah saya yang sekarang saya kuasai peninggalan ayah dan, keempat saksi pelapor tersebut paman dan bibik  pernah saya laporkan ke polres langkat karena mencuri sawit dilahan objek perkara ini dan oleh PN Stabat mereka diadili dinyatakan terbukti bersalah dan masing-masing dihukum, terang terdakwa dihadapan sidang dengan gambling. (PRAWITO)


Terdakwa Maju  Di Meja Hakim Didampingi PHnya Dahsat Tarigan.SH Melihat Bukti Surat Tanah Diperlihatkan JPU Lamro.Simbolon.SH. (DELINEWS-
PRAWITO)

KADES SEBERTUNG PN STABAT

Dipersidangan, Nastur Ngaku Paksa Kades Sebertung Batalkan Surat Tanah

Diposkan oleh delinewsonline Rabu, 21 Januari 2015

LANGKAT - DELINEWS : Lanjutan  sidang perkara dugaan pemalsuan surat tanah yang kembali digelar Pengadilan Negeri (PN) Stabat,Rabu (21/1) atas nama terdakwa Sahdat Surbakti (29) penduduk Desa Suka Pulung Kecamatan Serapit Kabupaten Langkat.Seperti biasa terdakwa yang tetap tegar didampingi tim Penasehat Hukumnya (PH) Dahsat Tarigan.SH dan Uratta Ginting.SH.

Terdakwa yang dituduh melakukan pemalsuan surat tanah/penyerahan ahli waris. Menurut pihak saksi pelapor letak tanah objek perkara seluas 62 rante itu terletak di Desa Gunung Tinggi Kecamatan serapit.Padahal tanah seluas 62 ranten yang diusahai dan dikuasai terdakwa itu letaknya di Desa Sebertung Kecamatan Serapit yang jaraknya jauh antara Desa Sebertung dengan Desa Gunung Tinggi.

Sidang beragendakan mendengar keterangan saksi dipimpin ketua majelis hakim Nurhadi.SH.MH dibantu dua anggota majelis dengan jaksa penuntut umum (JPU) Lamro Simbolon SH.Dua orang saksi yang dihadirkan PH terdakwa yaitu Siti Aisyah dan Edi Arianta Penduduk Desa Periasan Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat.

Menurut keterangan saksi Siti Aisyah dibawah sumpah dihadapan sidang saat ditanya PH terdakwa, majelis hakim maupun JPU, saksi menerangkan, bahwa tanah objek perkara seluas 62 rante itu terletak di Desa Sebertung Kecamatan Serapit dan diatas tanah tersebut tanaman pohon sawit milik terdakwa peninggalan dari Sampang malem Surbakti ayah kandung terdakwa. Sementara itu  yang menanam sawit suami saya yang dibayar oleh Sampang Malem, Tapi tidak terus menerus menerima bayaran, kalau kerja baru dibayar. Ketika ditanya ketua majelis saksi melihat surat-surat pembatalan letak tanah, saya tidak melihat, terang saksi.

Dihadapan sidang saksi Edi Arianta menerangkan bahwa saya tau persisi tanah tersebut terletak di Desa Sebertung Kecamatan Serapit, karena saya dengan ayah saya yang ikut menanam sawit dan saya tau Nastur dengan kawan kawannya pada malam hari mendatangi dan mengancam Kepala Desa Sebertung Edi Julkarnain untuk membatalkan surat tanah yang terletak di Desa Sebertung milik terdakwa Sahdat Surbakti. Ketika ditanya hakim saksi pernah melihat surat-surat tanah yang dibatalkan,saya tidak pernah melihat, terangnya.

Dihalaman parkir PN Stabat usai sidang PH terdakwa Dahsat Tarigan.SH yang mendapingi kliennya saat diminta komentarnya oleh wartawan mengatakan, sebenarnya ini perkara antar keluarga terkait harta warisan peninggalan Sampang Malem Surbakti (Alm) ayah kandung dari terdakwa Sahdat Surbakti. Awalnya pada saat ayah terdakwa masih hidup tidak ada masalah antara terdakwa dan saksi pelapor yang masih tante (Bibik) dan paman terdakwa. Namun setelah meninggal orang tua terdakwa ahli waris  yaitu terdakwa mulai diributi oleh para saksi pelapor tersebut. Ketika wartawan menanyakan siapa Nastur itu, Nastur itu adalah oknum Kepala Desa Gunung Tinggi  suami dari salah satu saksi pelapor yang masih tantenya terdakwa sendiri, jawab Dahsat.

Lanjut Dahsat, bahwa Loma Surbakti (Alm) mempunyai 6 anak tiga laki-laki dan tiga perempuan, dan tanah Loma Surbakti sudah dibagi bagi kepada anak-anaknya tersebut, tiga perempuan masing- masing mendapatkan tanah sawah seluas 11 rante. Sedangkan laki-lakinya mendapat tanah darat. Sampang Malem Surbakti (Alm) ayah terdakwa anak tertua, dan bagiannya tanahnya dikuasai terdakwa ahli warisnya. Menurut Dahsat saksi pelapor ini sudah pernah dijatuhi hukuman yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap oleh PN Stabat, karena terbukti melakukan pencurian sawit di lahan terdakwa di Desa Sebertung Kecamatan Serapit, lahan yang menjadi objek perkara ini, kata Dahsat. (PRAWITO)



Dahsat Tarigan.SH Damping Kliennya Saat Menunjukkan Bukti Surat Di Meja Majelis Hakim Terlihat JPU Turut Melihat (DELINEWS/PRAWITO)

PERKARA PIDANA PEMALSUAN SURAT TANAH

Merasa Tidak Bersalah, "Terhukum Percobaan" Ajukan Banding.

Diposkan oleh delinewsonline Jumat, 20 Maret 2015
Langkat - DELINEWS : Terdakwa Syahdat Surbakti (29) penduduk Desa Suka Pulung Kecamatan Serapit Kabupaten Langkat yang dituduh “menyuruh memalsukan keterangan palsu kedalam suatu akta otentik  warisan tanah” dan perjalanan sidang yang cukup panjang di pengadilan negeri (PN) Stabat.Rabu(18/3) kemarin Nurhadi.SH.MH selaku ketua majelis hakim menyatakan terdakwa bersalah menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa selama 1 tahun,2 tahun percobaan.Karena terdakwa Syahdat Surbakti merasa tidak bersalah langsung menyatakan banding melaui tim penasehat hukumnya (PH) Dahsat Tarigan.SH.

Dihalaman parker PN Stabat usai sidang Dahsat Tarigan.SH mendapingi kliennya mengatakan kepada sejumlah wartawan bahwa,” perkara ini sebenarnya perkara yang dipaksakan,sebenarnya ini bukan perkara pidana karena menyangkut hak atas tanah warisan yang disengketakan”Karena kalaulah benar perkara ini murni perkara pidada menyangkut hak atas tanah mengapa pengaduan harus di Poldasu,tentu cukup di Polres Langkat saja,namun yang menjadi fakta dan tanda Tanya,di Polres langkat yang mengaku sebagai korban Nurlina Br Surbakti dan kawan-kawan pihak Polres langkat yang tahu dan telah melihat langsung objek perkara dan bahkan sudah menetapkan saksi korban sebagai tersangka bahkan telah divonis bersalah (Inkracht) melakukan pencurian sawit diatas tanah terperkara milik terdakwa yang terletak di Desa Sebertung Kecamatan Serapit.Tapi menurut versi saksi pelapor objek tanah yang disengketakan di Desa Gunung Tinggi Kecamatan Serapit.

Menurut Dahsat selaku PH terdakwa,kliennya didakwa/dituduh Jaksa melakukan tindak pidana “menyuruh memalsukan keterangan palsu kedalam suatu akta otentik mengenai suatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan dengan akta itu,dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah olah keterangannya sesuai dengan kebenaran”.

Akibat pemakaian surat dapat menimbulkan kerugian dalam perkara a quo surat yang dimaksud jaksa adalah surat keterangan kepala desa Sebertung Edi Zulkarnain.SE no:593-12/SK//IX/2012 tanggal 19 September 2012, oleh jaksa serta merta menuduh yang melakukan membuat surat tersebut adalah terdakwa Syahdat Surbakti.Namun fakta yang terungkap dipersidangan terdakwa tidak ada membuat menyuruh melakukan memasukkan keterangan palsu kedalam surat tersebut.

Terdakwa hanya mengajukan permohonan pada kades Sebertung untuk meningkatkan surat tanah milik terdakwa yang diperoleh dari warisan orang tuanya (Alm) Sampang Malem
Surbakti yang terletak di dusun IV Kuta Male Desa Sebertung Kecamatan Serapit.

Kalau di ikuti dalil pendapat tersebut maka jaksa yang menangani perkara ini dalam perkara a quo bukan lagi bekerja sebagai aparat penegak hukum,penegak kebenaran dan keadilan,akan tetapi telah terkontaminasi dan cenderung berperilaku buruk dan suka berbohong,tidak jujur,merekayasa fakta menafsirkan ketentuan undang undang sesuai selera sendiri dengan tujuan tidak lain demi menjerat terdakwa.

Terlepas dari benar atau salah tentang hak hak atas tanah baik letak luas,surat menyurat,keterangan waris atau pembahagian harta warisan dari orang tua terdakwa semua menyangkut hak keperdataan bukan menjadi wilayah kewenangan hakim pidana untuk menyidangkan,akan tetapi perkara tersebut masuk wilayah kewenangan hakim perdata untuk mengadili dan memutusnya.

Liputan : Prawito
Editor    : Khairul Fata

Selasa, 22 September 2015

HOTEL BUKIT KUBU DALAM PERKARA

PN Kabanjahe Kabulkan Gugatan Merhat Br Purba Terhadap PT Bukit Kubu Berastagi
Kamis, 13 Maret 2014 | 15:28:31

SIB/Alexander Hr Ginting
BUKIT KUBU : Areal tanah Bukit Kubu yang disengketakan terletak sebelah kanan sebelum memasuki kota wisata Berastagi.
T Karo (SIB)- Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kabanjahe, mengabulkan  gugatan Merhat Purba dkk terhadap tergugat PT Bukit Kubu atas keabsahan kepemilikan sebidang tanah di Desa Lau Gumba, Kecamatan Berastagi dalam perkara nomor : 50/Pdt.G/2012/PN-KBJ tertanggal 28 Desember 2012.

“Dari dalil-dalil yang ada, maka gugatan penggugat dikabulkan sebagian dan menghukum tergugat,” ujar Ketua Majelis Hakim Saut Maringan Pasaribu SH  didampingi hakim anggota Doris SH, Eva Br Sembiring SH dan panitera pengganti Hery Pinem SH, Selasa (11/3) di PN Kabanjahe.

Dalam sidang, majelis hakim memutuskan, poin pertama mengabulkan gugatan penggugat I dan II, poin ke dua penggugat I dan II berhak atas PT Bukit kubu hotel, poin ke tiga sertifikat HGB 7,8,9,10-15 dinyatakan tidak sah, poin ke empat menghukum tergugat sebanyak Rp 1,934 miliar. 

Menyatakan dalam hukum bahwa tanah objek terperkara setempat dikenal dengan nama Juma Pasar atau disebut juga Bukut Kubu adalah harta warisan dari almarhum Bale Purba. Menyatakan demi hukum pengugat I dan II berhak atas tanah terperkara harta warisan peninggalan dari almarhum Bale Purba dan harta mana belum pernah dibagi-bagi secara sah kepada seluruh ahli waris dari Almarhum Bale Purba termasuk kepada penggugat I dan penggugat II.

Menyatakan  Penerbitan SHM atas nama tergugat tidak sah. Dan menyatakan uang sewa di terima tergugat sebanyak Rp 1,934 Miliar untuk diserahkan kepada penggugat.

Selanjutnya, majelis hakim juga menghukum pihak tergugat untuk membayar kerugian moril yang diderita penggugat sebesar Rp 200 juta dan kerugian pekara Rp 4,5 juta. Sedangkan lahan seluas 4804 meter persegi yang dikuasai pihak tergugat agar dikosongkan.

“Apabila ada pihak yang merasa keberatan atas putusan kami ini, diperbolehkan melakukan upaya hukum lain sesuai ketentuan undang-udangan,”ujar Ketua Majelis Hakim sembari mengetuk palu.

Menyikapi putusan majelis hakim tersebut, pihak penggugat yang diwakili kuasa hukumnya Dahsat Tarigan SH, Uratta Ginting SH dkk menerima putusan yang telah dibacakan majelis hakim. Sedangkan pihak kuasa hukum tergugat Robianto Sembiring SH belum ada menyatakan mengajukan upaya banding dalam persidangan putusan tersebut. (BR2/B1/f)

PUTUSAN VRIJSPRAAK, Hr.ANALISA MEDAN

Upaya Hukum Putusan Bebas (Vrijspraak)

Jumat, 23 Januari 2015 | Dibaca 711 kali 
 

Oleh: Dahsat Tarigan SH MH dan Uratta Ginting SH. 

 KUHAP lahir masih berusia muda (dua tahun setelah 1981) putusan (vonis) be­bas telah menjadi polemik, karena da­lam KUHAP ada larangan pasal 244 KUH­AP tidak dibenarkan melakukan upaya hukum kasasi oleh siapapun. Ter­tutup untuk vonis bebas (vrijspraak). Akan tetapi, dalam praktek­nya pu­tusan be­bas ternyata belum final. Mahkamah Agung sendiri sebagai peradilan tertinggi di negeri ini telah menerobos larangan KUHAP tersebut.

Dalam kasus korupsi Bank Bumi Daya terdakwa Raden Sanson Natale­gawa, merupakan kasus pertama di Indo­nesia yang diputus bebas oleh Penga­di­lan Negeri Jakarta Pusat tanggal 10 Pe­bruari 1982. MA atas permohonan ka­sasi jaksa, membatalkan putusan bebas PN Jakarta Pusat dan menjatuh­kan pi­dana 2 tahun 6 bulan terhadap terdak­wa. Dan masih banyak lagi kasus serupa, dian­taranya Gubernur Bengkulu Agusrin M. Najamuddin, Walikota Bekasi Moch­tar Mu­ham­mad semula telah divonis be­bas oleh pengadilan tingkat per­tama, MA ke­mudian menjatuhkan putusan 6 tahun penjara.

Berkaitan dengan larangan pasal 244 KUHAP, larangan dalam pasal 67 KUHAP adalah lebih tegas dan pasti bahwa terhadap putusan bebas  adalah mutlak dengan dalil apapun ti­dak dibenarkan melakukan upaya hukum banding ke pengadilan tinggi ;

Apa yang sebenarnya terjadi dengan putusan bebas, sedang pasal 244 KU­HAP telah memberi rumusan yang tegas, ber­­bunyi, "Terhadap putusan perkara pi­dana yang diberikan pada tingkat te­rakhir oleh pengadilan lain selain dari­pada Mahka­mah Agung, terdakwa atau pe­nuntut umum dapat mengajukan per­min­taan pemeriksaan kasasi kepada Mah­kamah Agung kecuali terhadap putusan bebas."
Dari satu sisi memang terlihat seperti tidak ada jaminan kepastian hukum yang adil bagi terdakwa karena awalnya telah dibebaskan pengadilan (judex facti) dari jerat hukum, kemudian MA pada akhir­nya menjatuhkan pidana terhadap ter­dakwa.

Dasar MA
MA mengambil sikap menerobos larangan pasal 244 KUHAP atas permo­ho­nan kasasi jaksa tentu tidak pula di­lakukan secara gegabah, tanpa dasar dan argumen hukum yang jelas. Terobosan di­maksud jika dimaknai sebagai upaya mem­berantas korupsi yang semakin me­re­bak di negeri ini patut disambut positif oleh semua kalangan.

Demikian juga MA dalam merespon pesan Putusan Mah­kamah Konstitusi tang­gal 28 Maret 2013 No. 114/PUU-X/2012 perlu juga menjadi renungan para hakim agar tidak terlalu gampang men­­jatuhkan vonis bebas karena telah mem­­batalkan frasa "kecuali terhadap pu­tusan bebas" dalam pasal 244 KUH­AP dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945." Dengan demikian vonis be­bas kini leluasa dikoreksi oleh MA.
Lagi pula jika vonis bebas adalah final sebagai putusan pertama dan terakhir, di­khawatirkan putusan  bebas tersebut akan berlaku sebagai amunisi bagi terdakwa sehingga cara apapun ditem­puh agar dirinya bebas dari jerat hukum.

Oleh karena itu, Pemerintah (ketika itu Menteri Kehakiman RI) dalam keputusan­nya No. M.14 PW.07.03 Tahun 1983, tgl. 10 Desember 1983 tentang Tambahan Pedoman Pe­lak­sanaan KU­HAP (TPP KUHAP) pada butir 19 di­can­tumkan :
"Terhadap putusan bebas tidak dapat dimintakan banding; tetapi berdasarkan situasi dan kondisi, demi hukum, keadi­lan dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat mintakan kasasi. Hal ini akan dijadikan yurisprudensi."

Berdasarkan surat keputusan tersebut diatas, Pemerintah menyerahkan sepe­nuh­nya persoalan putusan bebas itu kepada Mahkamah Agung untuk men­cip­takan yurisprudensi.
Yurisprudensi pertama khusus putu­san bebas adalah pu­tusan MA No. 275 K/Pid/1983, tanggal 15 Desember 1983 An. Raden Sason Natalegawa terdakwa da­lam kasus korupsi Bank Bumi Daya di­jatuhi pidana 2 tahun 6 bulan yang se­mula divonis bebas oleh PN Jakarta Pusat.
Sejak putusan Mahkamah Agung itu pula dalam praktek dikenal dua istilah putusan bebas murni dan tidak murni yang selalu mewarnai irah-irah putusan MA.

Terhadap semua putusan bebas pro­duk pengadilan negeri apabila jaksa da­pat membuktikan putusan tidak murni, maka terbuka kesempatan untuk melaku­kan upaya hukum kasasi, kecuali terha­dap putusan yang sifatnya bebas murni. Untuk menilai suatu putusan bebas murni atau tidak murni, jika terlalu me­nge­depankan unsur subjektif, rasanya un­tuk mengejar kebenaran materil masih terl­alu rumit dan mem­butuh­kan waktu yang panjang.

Putusan Bebas
Putusan bebas pasal 191 ayat (1) KUHAP menegaskan, "Jika pengadilan ber­pen­dapat bahwa dari hasil pe­me­rik­saan di sidang, kesalahan terdakwa atas pebuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakin­kan, maka terdakwa diputus bebas."

Tampaknya apa yang ditegaskan oleh pasal 191 ayat (1) KUHAP seolah-olah terdakwa bebas hanya karena kesalahan­nya tidak terbukti di persidangan. Dengan melihat penjelasan resmi pasal tersebut baru dapat dipahami secara pasti bahwa yang dimaksud dengan "perbua­tan yang didakwakan kepada­nya tidak terbukti sah dan menyakinkan" adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti yang sah.

Jadi, baik kesalahan terdakwa atau perbuatan yang di­dakwakan tidak ter­buk­ti berdasarkan alat bukti pasal 184 KUHAP sesuai dengan keyakinan hakim atau hakim dalam hal ini misalnya ragu, maka terdakwa wajib diputus bebas (pa­sal 183 KUHAP).

Hal demikian inilah disebut pem­be­basan yang murni sifat­nya (vrijspraak) se­suai dengan bunyi pasal 244 KUHAP, se­hingga permohonan kasasi jaksa harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Berbeda halnya,  apabila pembebasan itu didasarkan pada penafsiran yang ke­liru terhadap sebutan tindak pidana yang disebutkan dalam dakwaan, bukan di­dasarkan tidak terbukti­nya unsur-nsur pasal yang didakwakan jaksa; bahkan hakim telah melampaui batas kewe­na­ngan­nya (menurut kompentensi absolut dan relatif) dan unsur-unsur nonjuridis misalnya turut dibuat menjadi pertim­bangan dalam putusannya. Hal demikian disebut putusan bebas tidak murni dan dapat dilakukan upaya hukum kasasi.

Menurut Harun M. Husein SH (1991:116) secara formal bunyi putusan adalah pembebasan tapi secara material sesung­guhnya putusan itu berisi pelepa­san dari segala tuntutan hukum.
Oleh karena itu, meskipun jaksa me­nempuh upaya hukum dengan alasan pu­tusan bebas tidak murni, terdakwa bila be­rada dalam tahanan wajib dikeluarkan dari tahanan sejak putusan diucapkan tanpa harus menunggu putusan Mah­kamah Agung (Varia Peradilan, No. 345 Agustus 2014, hl.171).

Persoalan penting yang perlu menjadi renungan kita adalah, apakah sudah tepat dijadikan dasar hukum TPP KUHAP yang diterbitkan oleh Menteri Kehaki­man dan yurisprudensi sebagai sumber hukum untuk tidak mematuhi larangan pasal 244 KUHAP?

Ini penting mengingat TAP MPR RI No. III Tahun 2000 telah menentukan sum­­ber hukum yang berlaku di Indonesia, yaitu : 1. UUD 1945, 2. Ketetapan MPR, 3. UU, 4. Perpu, 5. PP, 6. Keppres yang bersifat mengatur, dan 7. Perda. Sedangkan TPP KUHAP dan Yurisp­ru­densi tidak termasuk dalam TAP MPR tersebut.

Apalagi menurut hakim agung Artidjo Al­kos­tar di Jakarta, 20 Oktober 2014 lalu mengatakan, bebas murni atau tidak murni sudah tidak relevan lagi dipertim­bang­kan karena semua vonis bebas di­katakan boleh kasasi. Tidak ada lagi per­bedaan putusan bebas murni atau tidak murni. Format upaya hukum jaksa tidak ada lagi permohonan kasasi dinyatakan tidak dapat diterima (Hukum On­line.com).

Penjelasan Artidjo tentang perubah­an format kasasi atas vonis bebas ba­rang­kali adalah suatu bentuk respon dari Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 28 Maret 2013 No. 114/PUU-X/2012 yang telah membatalkan frasa "kecuali terhadap putusan bebas" dalam pasal 244 KUHAP bertentangan dengan UUD 1945.
Kalau terobosan demi terobosan harus dilakukan juga untuk melawan ke­jahatan korupsi di tanah air, patut di­sambut baik oleh semua kalangan. Na­mun, penegakan hukum yang bagai­mana hendak dituju kalau semua kasus pidana yang divonis bebas seperti sudah menjadi suatu kewajiban mela­kukan upaya hukum kasasi ke MA.

Seandainya, seorang ibu rumah tangga ditangkap, ditahan penyidik Polri karena suaminya diduga kuat seorang agen togel. Karena sang suami terkesan sangat licin menghindar dari sergapan polisi. Isteri yang tak tahu apa-apa malah diadili di pengadilan sebagai terdakwa agen togel, setelah beberapa kali menjalani pemeriksaan sidang akhirnya pengadilan memu­tus bebas karena hal-hal yang terbukti diper­sidangan hanya bukti rekayasa saja.

Putusan bebas dalam perkara a quo jika jaksa memaksakan diri melakukan upaya hukum kasasi. Terdakwa sudah tentu merasa tidak ada jaminan kepas­tian hukum yang adil, apalagi harus me­nunggu putusan MA terdakwa di­biar­kan masih tetap mendekam dalam tahanan. ***
Penulis adalah Advokat, tinggal di Medan. E-Mail: uratta.gins@gmail.com

MASALAH PERKAWINAN & PERCERAIAN

Senjata Ampuh Suami Menceraikan Isteri

Oleh Uratta Ginting

Penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf f UU Perkawinan No. 1/1974 diuji materi Mahkamah Konstitusi atas permohonan seorang isteri karena merasa tidak mendapat perlindungan hukum yang layak terkait perceraian yang dimohonkan suaminya dengan dalih pertengkaran/percekcokan terus menerus dalam rumah tangga.
Sedangkan faktanya percekcokan itu sendiri malah timbul karena ulah sang suami yang secara diam-diam ternyata telah menjalin hubungan terlarang dengan wanita lain. Bagaimana mungkin tidak cekcok dalam rumah tangga karena isteri merasa cintanya yang suci telah dihianati suami.

Mahkamah Konstitusi melakukan uji materi tersebut berkaitan dengan bunyi penjelasan pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan No. 1/1974 yang sama bunyinya dengan pasal 19 huruf f PP No.9/1975, lengkapnya berbunyi : “Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.”

Sementara dalam ketentuan tersebut tidak memberi penjelasan secara lengkap, siapa pemicu timbulnya percekcokan alias perselisihan dan pertengkaran. UU Perkawinan tidak mempersoalkan siapa yang membuat percekcokan terjadi dalam rumah tangga. Penting percekcokan antara suami isteri benar-benar telah terjadi sudah cukup sebagai alasan cerai sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Sehingga pihak siapa yang memulai percekcokan sama sekali tidak termasuk sebagai alasan perceraian.

Seperti dalam perkara criminal pembunuhan. Apa latar belakang terjadinya pembunuhan, tidak terlalu dipersoalkan. Mungkin awalnya korban telah berkali-kali menggarap anak gadis dan isterinya sekaligus hingga keduanya melahirkan. Karena pelaku kalap. Lalu menyerang laki-laki yang telah meniduri anak dan isterinya tersebut dengan beringas sampai tewas seketika. Kalau dipikir-pikir tindakan yang diambil pelaku sebagai laki-laki normal sangat wajar dan manusiawi. Namun, apapun alasannya pelaku tetap dijerat pasal pembunuhan.

Berbagai hal bisa saja memicu kehidupan rumah tangga menjadi tidak langgeng. Sisi internal keluarga, misalnya pengaruh luka batin akibat tekanan psikis suami sepanjang hari. Situasi ini bisa meledak sewaktu-waktu mengarah percekcokan terus menerus.

Tekanan psikis ini tidak hanya dimonopoli suami. Isteri juga berpotensi besar melakukan tekanan psikis kepada suami melalui omelan. Kata-kata menusuk hati yang selalu merendahkan harga diri suami kerap diucapkan dengan lancar, seperti suami tidak becus, tidak bertanggung jawab, minta belikan sandal jepit saja tidak mampu, lebih baik kau mati saja, dan lain-lain. Model isteri demikian ini bukan lagi sebagai penolong suami, melainkan perongrong

Sedangkan pengaruh eksternal yang berasal dari luar rumah tangga. Adanya campur tangan pihak ketiga karena suami telah membagi cintanya kepada wanita lain. Ini juga tidak kalah penting sebagai sumber yang selalu memicu terjadinya percekcokan suami isteri. Suami, misalnya diam-diam kawin lagi dengan wanita lain dan tidak lagi memberi nafkah, pulang juga tidak (sebagaimana umumnya terjadi). Bagaimana mungkin isteri tega cintanya dihianati suami dan merasa aib kepada semua keluarga yang semula telah dipersatukan melalui perkawinan.

Kalau suami yang bertingkah lalu timbul percekcokan, seyogyanya yang lebih tepat mengajukan cerai adalah isteri sendiri, bukan suami. Karena faktanya suami yang punya ulah, wajar isteri tidak tahan lalu memilih jalannya sendiri.

Namun, secara hukum percekcokan terus-menerus sebagai alasan cerai justeru berlaku sebagai senjata ampuh dan sangat berpotensi disalahgunakan oleh para suami nakal. Sebab hukum tidak mencari sumber percekcokan. Cukup adanya bukti dikuatkan oleh keterangan saksi, percekcokan alias perselisihan dan pertengkaran tersebut telah sesuai dengan bunyi penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf f UU Perkawinan No.1/1974.

Halimah seorang ibu rumah tangga (menantu Alm. Soeharto mantan presiden) menggugat penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf f tersebut di Mahkamah Konstitusi terkait perceraian atas dirinya karena merasa ketentuan tersebut telah merugikan hak konstitusionalnya. Karena tidak mencantumkan hal-hal yang menjadi penyebab percekcokan disebut bertentangan dengan UUD 1945.

Jika suami benar menikah dengan wanita lain, secara hukum isteri berhak menuntut secara pidana, karena suami telah melakukan delik bigami (ada halangan kawin), sebagaiamana diatur dalam pasal 279 KUHP.
Namun, dalam kenyataan prakteknya prosedur tersebut sering tidak efektif untuk menyadarkan suami agar suami kembali baik-baik ke pangkuan isteri pertama. Malah dikhawatirkan percekcokan akan semakin menjadi-jadi. Apalagi sang suami tetap nekad hendak menikah dan wanita calon isteri barunya juga rela menjalani hukuman, maka pengaduan berikutnya akan terbentur dengan pasal Nebis in idem.

Oleh karena itu, sebelum terjadi perceraian ini perlu menjadi renungan mendalam bagi pasangan suami isteri. Apakah sebuah perkawinan masih dapat dipertahankan atau tidak terpulang kepada keduanya (suami iseri). Orang bilang perceraian itu jahat, tetapi meneruskan perkawinan yang penuh luka-luka batin tentu lebih jahat lagi. Apalagi salah satu pihak sudah lama menjadi satu kebiasan yang sudah akrab mencintai kekerasan dalam rumah rumah tangga. Tentunya, isteri terlalu pahit diajak untuk berusaha tersenyum dalam menghadapi sutuasi sesulit apapun.

Banyak ragam alasan timbulnya percekcokan. Jangankan urusan perselingkuhan.. Hal-hal yang sangat sepele hanya karena pasangan suami isteri tersebut tidak memiliki pembantu bisa cekcok. Karena isteri sejak lahir hingga dewasa berada di zona nyaman dilingkungan keluarga. Fasilitas serba lengkap. Namun, tidak demikian setelah isteri menikah.

Persoalan anak, pasangan suami isteri belum memiliki anak/keturunan. Isteri menghendaki anak, sedangkan suami sebaliknya. Akibatnya, pasangan suami isteri menjadi tidak harmonis. Percekcokan tak terhindari, isteri meninggalkan tempat kediaman bersama lalu pergi ke rumah orangtuanya.
Suami menyelesaikan kemelut rumah tangganya dengan cara menggugat isterinya ke pengadilan agar perkawinan mereka diputuskan dengan jalan cerai. Isteri dalam hal ini sah-sah saja membantah dan menolak cerai dengan dalih bahwa suaminya yang memicu timbulnya percekcokan bukan isteri.

Mahkamah Agung No. 3414 K/Pdt/1985, tanggal 04 Maret 1987 mengadili perkara perceraian tersebut, dalam pertimbangan hukumnya menjelaskan, bahwa percekcokan yang tidak dapat dirukunkan kembali adalah alasan untuk perceraian sesuai dengan pasal 19 PP No.9/1975, sedangkan apa yang menjadi sebab dari timbulnya percekcokan tersebut tidak merupakan alasan perceraian.

Ada kalanya percekcokan berakhir damai atas saran keluarga kedua belah pihak, lalu perkara pun dicabut selanjutnya pengadilan menerbitkan penetapan acta van dading. Suasana harmonis sebagai harapan keluarga ternyata hanya sebentar, keributanpun kembali terjadi, isteri akhirnya mengajukan kembali gugatan cerai untuk kedua kalinya dengan alasan yang sama dengan gugatan cerai terdahulu, yakni masalah cekcok terus menerus.

Dalam perkara tersebut tampaknya dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 798 K/Pdt/2007, tanggal 22 Januari 2008 tidak ragu-ragu mengambil putusan cerai meskipun sebelumnya sudah pernah ada perdamaian dalam kasus yang sama. Pada hal gugatan perceraian jika pernah berdamai bertentangan dengan pasal 32 PP No. 9 Tahun 1975 Jo Putusan MA No. 216 K/Sip/1953, tanggal 21 Agustus 1957 dalam pertimbangan hukumnya, gugatan baru tidak dapat diajukan lagi dan harus ditolak apabila antara suami isteri telah terjadi perdamaian.

Dalam perkara tersebut isteri menceraikan suami karena alasan percekcokan terus menerus. Awal percekcokan terjadi karena suami memiliki bukti foto mesra isterinya dengan laki-laki lain dikuatkan oleh sejumlah saksi bahkan isteri pernah pula digerebek bersama polisi dalam satu rumah. Suami dalam hal ini menduga isterinya telah berselingkuh.

Tampaknya apapun alasan pemicu percekcokan terjadi antara suami Isteri secara juridis jika percekcokan terbukti, maka perceraian beralasan hukum untuk dikabulkan pengadilan tanpa mempersoalkan siapa penyebat timbulnya percekcokan.

Jadi, menurut hemat penulis, ketentuan UU Perkawinan yang berlaku sudah memadai dan tidak perlu menghapus dan membatalkan penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf f sepanjang frasa :antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran, tidak bertentangan dengan UUD Tahun 1945.
Sebab bagaimana pun juga hukum tidak mungkin memaksakan orang untuk mencintai pasangannya, ranah hukum hanya bisa mendamaikan.

Tentang penulis:
Uratta Ginting SH., Advokat tinggal di Medan.

PENAHANAN OLEH PENYIDIK POLISI

Penahanan oleh Penyidik Polisi

Oleh Uratta Ginting

Penahanan terhadap seseorang dilakukan oleh penyidik polisi semata-mata untuk kepentingan penyidikan (idealnya) guna menemukan kebenaran materil berdasarkan bukti-bukti yang cukup sesuai dengan azas pembuktian minimal Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP. Dan disamping itu, adanya penahanan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana oleh karena keadaan yang menimbulkan kekhwatiran, tersangka akan: melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana (pasal 21 ayat 1 KUHAP).

Adanya dugaan keras sebagai pelaku tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup (pasal 17 KUHAP), prinsip ini adalah prinsip yang sangat hakiki yang dianut dalam KUHAP (M. Yahya Harahap, SH. 2008:55).
Artinya temukan dan kumpulkan dulu alat bukti yang cukup baru dilakukan penahanan. Bukan menggunakan methode taktis tangkap dan tahan dulu. Kemudian tersangka diperas agar mengaku, baru cari bukti yang cukup. Sikap demikian dalam praktek penegakan hukum jika terlalu dipaksakan, maka harapan menemukan kebenaran materil sulit diperoleh. Kesannya, seolah-olah hendak mengubah arus perkara (melanggar pasal 6 huruf (n) PP No. 2 Tahun 2003 Tentang Disiplin Anggota Kepolisian Negara RI).

Jika penahanan dilakukan oleh penyidik polisi hanya mengejar pengakuan semata dari tersangka, maka ketidakadilan akan selalu terjadi. Misalnya, seorang warga menangkap seseorang maling Kambing dan langsung mengantarnya kehadapan penyidik minta ditahan. Sebagai penyidik profesional wajib menyisir terlebih dahulu bukti-bukti pendukung. Apakah benar telah terjadi tindak pidana pencurian dan seseorang yang diantar warga tersebut benar sebagai pelakunya.

Mengungkap kejahatan dengan cara gegabah seorang juru parkir yang tidak tahu apa-apa tentang pembunuhan harus rela tubuhnya diterjang peluru panas petugas agar mengaku menganiaya direktur perusahaan swasta hingga tewas. Lagi-lagi seorang wanita, Yuniar Hadi Yanti alias Nindi (31) korban salah tangkap, terpaksa mendekam 4 bulan di sel Mapolsekta Medan Baru (Posmetro Medan, 9/3).
Seorang tersangka diduga melakukan pencurian telah menjalani penahanan selama 59 hari. Sedangkan batas waktu penahanan ditingkat penyidik ditentukan limitatif hanya 60 hari (sudah termasuk perpanjangan penahanan). Berarti tinggal 1 hari lagi jika penyidikan belum juga tuntas maka tersangka demi hukum harus dikeluarkan dari tahanan..

Untuk menghindari tersangka tidak bebas demi hukum, penyidik memasang akal dengan cara tidak lajim, membuat selembar surat untuk ditandatangani keluarga tersangka dengan maksud seolah-olah tersangka keluar dari tahanan karena ada permohonan penangguhan penahanan (Harian Bersama, 6/5).
Jika hak-hak tersangka yang sangat krusial selalu diabaikan oleh penyidik, akibatnya selalu fatal. Tersangka dan keluarganya sebagai korban ketidakadilan terpaksa menelan pil pahit.

Hak tersangka tersebut diantaranya adalah untuk mendapat “bantuan hukum” dari seorang penasihat hukum (pengacara) mulai dari tingkat pemeriksaan penyidik polisi (pasal 54 KUHAP). Pada tahap ini hak tersangka tersebut apakah sengaja atau tidak kerab dilanggar begitu saja. Ironisnya lagi dalam berkas tersangka bahkan ada ditemukan bukti surat pernyataan penolakan penasihat hukum yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh penyidik, tersangka tinggal teken.

Pada hal pasal 56 ayat (1) KUHAP dalam proses perkara pidana kehadiran seorang penasihat hukum itu “wajib,” sesuai putusan Mahkamah Agung RI No. 1658 K/Pid/1991 tanggal 16 Nopember 1993, bila tersangka tidak memiliki penasihat hukum penyidik wajib menunjuk penasihat hukum untuk mendampingi tersangka.

Mungkinkah penyidik ada niat menunjuk seorang Penasihat Hukum untuk mendampingi tersangka sedangkan di pintu masuk tahanan sendiri terpampang sebuah pengumuman “dilarang menjenguk” (nama tersangka jelas disebut).

Kemudian apa pula gerangan tujuannya, dalam lembaran Berita Acara Pemeriksaan penyidik ada juga seorang penasihat hukum ikut nimbrung membubuhkan tandatangannya. Kesannya agar memenuhi bunyi pasal 56 ayat (1) KUHAP, seolah-olah penasihat hukum benar mendampingi tersangka saat pemeriksaan berlangsung. Pada hal tersangka sendiri tidak pernah kenal panasihat hukum tersebut hingga pengadilan memutuskan perkaranya. Tentu ini sangat ganjil.

Apapun alasannya kehadiran penasihat hukum dalam proses pidana wajib sejak KUHAP diundangkan tahun 1981. Yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI No. 1565 K/Pid/1991, tgl. 16 September 1993 menjelaskan : “Penyidikan yang melanggar Pasal 56 ayat (1) KUHAP menyebabkan hasil penyidikan tidak sah sehingga dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima.”

Hak tersangka lainnya jangka waktu penahanan di tingkat penyidikan selalu diterapkan maksimal pada hal tersangka melihat kasusnya sudah cukup hanya diperiksa beberapa kali saja. Ini juga merupakan pelanggaran terhadap hak tersangka sebagaimana diatur dalam pasal 50 KUHAP.

Tidak kalah pentingnya demi terwujudnya kebenaran materil tersebut adalah hak tersangka untuk mengajukan saksi a decharge (saksi meringankan) yang diajukan sendiri oleh tersangka pada tahap penyidikan polisi. Hendaknya hak tersebut tidak hanya berlaku ditingkat pemeriksaan pengadilan. Juga ditingkat penyidikan karena azas praduga tidak bersalah dari awal pemeriksaan melekat pada diri tersangka. Tersangka dinyatakan bersalah apabila putusan pengadilan telah berkekuatan hukum.

Bersalah tidaknya seorang tersangka, pengadilan yang memutuskan. Meskipun pengadilan memutus perkara berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik. Akan tetapi, jika Berita Acara Pemeriksaan tersebut ternyata sesat, maka giliran berikutnya juga timbul peradilan sesat.. Dapat disimak kasus yang menimpa Rido’i seorang tukang cukur rambut (tersangka) yang ditengarai melanggar pasal 365 KUHP tentang pencurian dan kekerasan (perampokan).

Saat diperiksa penyidik Polres Surabaya Utara, mata tersangka Rido’I ditutup dengan lakban, kepala ditutup kresek hitam akibatnya tersangka tersebut kesulitan bernafas. Ternyata tidak cukup itu saja. Kaki tersangka lalu ditembak agar mengakui perbuatannya. Pengadilan Negeri Surabaya berdasarkan bukti-bukti yang ada akhirnya diyakini terdakwa bersalah dan menjatuhkan hukuman selama 4 tahun yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya.

Rido’i terpaksa mendekam dalam tahanan 1 tahun lebih menunggu putusan Mahkamah Agung RI yang akhirnya membebaskan Rido’i dari tanahan dalam kasus perampokan yang dituduhkan kepadanya.
Karena Rido’i tetap merasa tidak bersalah mencoba mengadu nasib dengan cara melaporkan penyidik dan kasat serse Polres Surabaya Utara kepada Kapolri dan Propam Mabes Polri. Uluran tangan pun terjadi, Rido’i diberikan santunan berobat Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah). Lalu apa pantas dihargai penderitaan Rido’i demikian? Solusi seperti itu adalah pendekatan moral bukan pendekatan hukum yang jarang terjadi di negeri ini.

Rido’i sedikit lebih beruntung dari catatan kelam penegakan hukum dibandingkan dengan kasus Sengkon-Karta tahun 1974 lalu. Mereka berdua dijatuhi hukuman 12 tahun dan 7 tahun penjara. Setelah mendekam 4 tahun ada orang lain mengaku sebagai pelaku pembunuhan yang sebenarnya. Ternyata jalan menuju bebas juga tidak gampang, penuh liku-liku. Walaupun akhirnya resmi bebas mereka hanya berdoa agar lekas mati. Benar, kini mereka telah mati dengan membawa segudang luka.

Tentang penulis:
Uratta Ginting SH, advokat pada Kantor Advokat Dahsat Tarigan SH & Associates di Medan.